Protein yang kita kenal sampai saat ini
Persepsi
kita terhadap sesuatu hal memang berbeda karena persepsi terbentuk
atas informasi dari luar yang kemudian berkombinasi dengan karakter
dan ilmu yang telah ada di dalam diri kita. Begitu pula halnya dengan
persepsi kita terhadap sebuah kata "protein", sebuah kata
sederhana yang tersusun dari tujuh buah huruf: p, r, o ,t, e, i, dan
n. Kata yang sederhana namun ternyata penuh makna terutama ketika
kata protein itu dibawa kedalam ruang sistem kajian ilmu kimia atau
biokimia.
Beragam
pengenalan masyarakat terhadap protein. Sebagian masyarakat kita ada
yang telah mengenal kata itu, ada yang telah mendengar saja, atau ada
juga yang mungkin belum mendengar sama sekali. Ada yang mengetahui
bahwa protein adalah zat pembangun meski tidak tau apa maksud zat
pembangun itu, ada yang mengetahui bahwa protein adalah salah satu
zat makanan yang harus ada pada tiap menu makanan, ada yang
mengetahui bahwa kekurangan protein dapat menyebabkan busung lapar,
ada yang mengetahui bahwa protein adalah salah satu zat gizi dalam
makanan yang sangat diperlukan tubuh, dan pengetahuan-pengetahuan
lainnya. Ini semua benar.
Kita
memperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan atau
tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani,
sedangkan protein yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati.
Beberapa makanan sumber protein ialah daging, telur, susu, ikan,
beras, kacang, kedelai, gandum, jagung, dan beberapa buah-buahan.
Protein dalam praktikum kimia dan ilmu (bio)kimia
Pengarahan
Praktikum kimia
Ketika
saya memasuki kuliah di jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI,
disanalah mulai terjadi persepsi tambahan yang baru tentang protein.
Ketika para mahasiswa-baru masuk laboratotium kimia dan mendapatkan
pengarahan dari instruktur laboratorium, yang salah satunya adalah
sebuah anjuran agar meminum susu murni setelah melaksanakan
praktikum. Sebuah anjuran yang menyenangkan untuk dilakukan karena
susu adalah sebuah bagian dari menu makanan yang merupakan
”penyempurna” makanan dalam teori lama mengenai konsep makanan:
empat sehat lima sempurna
http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=118
Kemudian
setelah dibaca ternyata anjuran meminum susu ini memang terdapat
secara formal pada buku panduan praktikum, dan pada buku panduan
tersebut terdapat tambahan yakni ”susu murni atau putih telur”
”Kuliah
Ilmu (bio)kimia”
Mengapa
meminum susu murni atau putih telur? Ternyata yang menjadi alasannya
adalah karena adanya protein yang terdapat dalam susu murni atau
putih telur tesebut. Apa hubungannya protein dengan praktikum?
Karena
aktivitas praktikum akan memberikan peluang masuknya beberapa ”zat
kimia” kedalam tubuh, yang mana bisa jadi diantara zat kimia
tersebut adalah zat beracun seperti uap asam klorida (HCl), uap
kloroform (CHCl3),
uap logam berat, dll.
Untuk
dapat menjelaskan mengapa protein dapat menjadi penawar racun,
berikut saya pindahkan saja sebuah potongan kalimat yang terdapat
dalam buku “Dasar-dasar Biokimia” Bab Protein, karya Prof. Dr.
Anna Poedjiadi ke hadapan para pembaca. “ Ion-ion positif yang
dapat mengendapkan protein antara lain ialah Ag+,
Ca2+,
Zn2+,
Hg2+,
Fe2+,
Cu2+
dan Pb2+.
....... Berdasarkan
sifat tersebut putih telur atau susu dapat digunakan sebagai
antidotum atau penawar racun apabila orang keracunan logam berat.”
Mudah-mudahan pemindahan teks ini merupakan sebuah pemindahan yang
berharga, dalam rangka memindahkan ilmu dari kampus ke meja para
pembaca.
Apa manfaatnya untuk kita
Sengaja
tidak dibahas kajian teoritis bagaimana proses kerjanya sehingga
protein dalam susu murni atau putih telur dapat menjadi penawar
racun, karena pembahasannya membutuhkan pemahaman ilmu kimia mengenai
konsep titik isolistrik dan reaksi pengendapan serta ilmu biologi
mengenai proses metabolisme dalam tubuh yang barangkali hanya akan
membuat kita kebingungan. Yang terpenting dari tulisan ini adalah
agar dapat menjadikan aktivitas konkrit yang bisa kita lakukan atas
ilmu ini dalam aktivitas keseharian kita.
Wujudkan
dalam aktivitas keseharian.
“Dari
laboratorium menuju meja aktivitas keseharian”.
Selain
di laboratorium, dalam aktivitas keseharian pun kita tidak lepas dari
kemungkinan masuknya zat beracun kedalam tubuh. Beberapa diantaranya
adalah gas kendaraan bermotor. Pada umumnya dapat dipastikan bahwa
akibat aktivitas kendaraan bermotor, udara di sekeliling kita
setidaknya akan mengandung gas NOx dan partikulat Timbal (Pb). Selain
dari kendaraan bermotor, dalam makanan keseharian kita pun
kemungkinan adanya zat-zat kimia beracun yang masuk kedalam tubuh
sangat dimungkinkan.
Berkaitan
dengan hal ini, maka kita pun perlu membentengi diri dengan protein
salah salah satunya. Prof.Dr.Anna Poedjiadi dalam buku yang
disebutkan di atas menyuguhkan sebuah tabel daftar komposisi Bahan
makanan sumber protein sebagai berikut.
Nama bahan makanan | Kadar protein (%) |
Daging ayam | 18.2 |
Daging sapi | 18.8 |
Telur ayam | 12.8 |
Susu sapi segar | 3.2 |
Keju | 22.8 |
Bandeng | 20.0 |
Udang segar | 21.0 |
Beras tumbuk merah | 7.9 |
Beras giling | 6.8 |
Kacang hijau | 22.2 |
Kedelai basah | 30.2 |
Tepung terigu | 8.9 |
Jagung kuning (butir) | 7.9 |
Pisang ambon | 1.2 |
Durian | 2.5 |
Susu
murni atau putih telur bisa kita ganti dengan tempe misalnya, atau
tahu juga bisa kita gunakan dalam rangka menangkal racun yang
barangkali telah masuk kedalam tubuh kita. Ingat, tempe dan tahu
terbuat dari kacang kedelai yang tentu akan mengandung protein juga
seperti halnya zat asalnya. Mari kita hidup sederhana. Obat tidak
perlu mahal, bahkan obat tidak perlu bernama obat. Makanan keseharian
kita pun sebenarnya dapat berfungsi sebagai obat penangkal racun.
Bagi para ibu yang suka memasak, bumbu masakan seperti kunyit,
kencur, daun sirih, daun salam, dan rempah-rempah lainnya pada
umumnya juga memiliki daya penangkal racun yang akan bermanfaat untuk
tubuh. Begitu juga dengan sayuran dan buah-buahan memiliki daya
penangkal terhadap racun. Kemudian sebisa mungkin hindari bumbu-bumbu
masakan yang merupakan bumbu sintesis. Kalau bumbu masakan dengan
rempah-rempah justru lebih nikmat serta memiliki kemampuan menangkal
racun, mengapa kita tidak memilih rempah-rempah saja, capek sedikit
untuk sekedar mengulek nampaknya lebih baik kalau kita ingin hidup
lebih sehat.
Nampaknya
layak juga wacana teoritis ilmiah ini menjadi sumbangan ilmu bagi
proses belajar-mengajar di sekolah mulai dari SD hingga SMA, bahkan
hingga mahasiswa sekali pun karena sebenarnya wacana bahwa protein
dapat berfungsi sebagai penangkal racun ini tidak banyak diketahui
meskipun oleh seorang mahasiswa kimia. Sepanjang yang saya ketahui.
Dan apa yang dituliskan ini juga adalah sekedar estimasi atas teori
yang ada, kalau ternyata apa yang dituliskan ini adalah wacana yang
keliru maka itulah tugas pakar ilmu untuk membenarkannya. Karena
memang tiap ilmu itu ada "barisan pemegang kuncinya".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar